Wednesday, December 31, 2008

Satu, Dua, dan Tiga - Bagian 1

Aku sebenarnya hanyalah seorang anak biasa yang ingin berkeliling dunia sebagai Backpacker. Sayangnya, Ibu dan Bapakku tidak pernah mengizinkanku untuk pergi. Alasannya ada banyak sekali! Antara lain karena aku adalah seorang cewek berumur 17 tahun yang masih perlu sekolah. Dua, tidak ada cowok yang mau menemaniku pergi. Tiga, karena sangat berbahaya. Empat, mereka terlalu kaya dan hanya ingin aku menikmati hidup dengan cara mudah.

"Kino! Kamu pingin keliling Indonesia gak?" tanya temanku Aerith. Ia memiliki rambut berwarna cokelat yang panjang dan lurus. Matanya pun berwarna biru tua dan selalu memiliki aura yang bahagia.
"Mau dong! Tapi kalau gak ada cowok untuk ngelindungin kita, Ibu dan Bapakku pasti tidak mengizinkan..." kataku membalasnya.
"Yah Kino! Kamu kan paling hebat saat survival test kemarin, bukan? pasti sangat beruntung jika kami mempunyaimu di saat keliling Indonesia!" katanya dengan raut wajah kecewa.
"Halo Kino, Aerith. Kalian sedang apa?" tanya salah satu teman sekelasku yang bernama Zian. Ia tinggi, rambutnya hitam kecoklatan dan sedikit berantakan. Dia anak yang paling populer di angkatan, tetapi entah kenapa ia selalu berusaha untuk mendekatiku.
"Bukan urusan kamu Zian!" kataku dengan tegas.
"Kita mau backpacking keliling Indonesia Zi, mau ikut?" tanya Aerith.
"Tentunya! Kamu gak keberatan kan Kino?" tanyanya kepadaku.
"Sebenarnya tidak, tetapi...." kata-kataku terhenti karena bel masuk sekolah berbunyi.
"Ayo masuk kelas, Kino! Nanti Pak Arief marah lagi!" katanya kepadaku.
"Dadah Kino, dadah Zian! Nanti kita bicarakan lagi tentang masalah backpacking lagi ya!" teriak Aerith kepada kami. Kami pun bergegas ke dalam kelas supaya tidak terkena ceramah panjang Pak Arief.

"Anak-anak sekarang kumpulkan tugas Laporan Observasi Pulau Seribu kalian di sini! Yang telat tidak akan mendapatkan kompensansi waktu dan terakhir adalah hari ini di jam terakhir!" Teriak Pak Arief di depan kelasku. Sekolahku merupakan sekolah swasta yang mengikuti kurikulum Negeri. Di sini, kelas dibagi menjadi 5 berdasarkan Rangking dan subjek yang kita ikuti. IPA memiliki 2 kelas dan IPS 2 kelas. Dan satu kelas lagi adalah Akselerasi. Tetapi sebenarnya ada satu kelas akselerasi lagi yang sudah sekolah di Akademi ini dari SD sampai SMA dan menduduki rangking 1-10. Gedung kami terpisah dan terdiri dari Zian, Kino (aku), Kiari, Lilan, Pertha, Zerno, Rendo, Certo, Akatsuki, dan Kinako (ini sudah berdasarkan rangking). Sekolah ini juga merupakan sekolah Internasional, karena rata-rata siswanya berasal dari luar negeri. Walaupun kami selalu menjadi 10 besar disini, kami tetap harus belajar di kelas. Sebenarnya kami sering sekali berpergian ke luar negeri dan ke berbagai tempat. Tetapi kami tidak pernah backpacking sekali pun. Ini mungkin karena orang tua kami adalah orang-orang ternama dan kaya.
"Kino! Bagaimana tugasmu? sudah selesai?" tanya Zian yang duduk disebelahku.
"Sudah, tadi sudah dikumpulkan" kataku dengan muka jutek.
"Kamu kenapa sih? Kamu membenciku?" tanyanya dengan muka prihatin.
"Tidak, aku hanya merasa aneh saja jika berada didekatmu..." jawabku dengan senyum yang kupaksakan.
"Hei, jangan paksakan senyum kamu. Aku tahu kamu bukan orang yang bisa berbohong dengan mudah..." katanya lagi kepadaku.
"Baiklah anak-anak, saya akan meninggalkan kalian sekarang. Jangan lupa 3 hari lagi libur panjang akan dimulai!" kata Pak Arief. Ia pun keluar dari ruang kelas kami dan menutup pintu dengan lembut.
"Kino, Zian! Kita makan sushi yang dibuat oleh Akatsuki yuk!" ajak Kiari. Mereka semua sudah berkumpul di meja Akatsuki dan Kinako untuk memakan sushi keluarga Akatsuki yang sangat lezat. Aku pun berdiri dan menggandeng tangan Zian.
"Ayo, mereka menunggu kita bukan?" ajakku.
"Iya, mereka menunggu kita...." kata Zian dengan senyumnya yang manis. Kami pun memakan sushi Akatsuki dan melewati jam istirahat dengan tenang.

Bel pulang pun berdering dengan kencang. Aku dan Zian berjalan melalui gedung kelas Aerith. Kami bermaksud untuk mengajaknya makan di cafe yang kami sering kunjungi.
"Aerith! Kita makan ke cafe depan stasiun yuk!" seruku kepadanya.
"Kino, jaga sikapmu di sini. Kita kan merupakan kelas elit di sini dan diperlakukan sebagai orang terhormat..." kata Zian.
"Oh iya, aku hampir lupa...." kataku dengan sikap yang malu-malu. Aerith pun bergegas mengemasi tasnya dan berlari menuju kami.
"Kalian berdua digosipkan lagi oleh kelasku. Katanya kalian pacaran ya?" tanya Aerith.
"Tidak, kami tidak berpacaran Aerith..." kataku dan Zian secara bersamaan. Muka Zian terlihat sedikit merah dari biasanya.
"Hahaha, kita lihat saja...." kata Aerith. Akhirnya kami pun makan cake yang terkenal di cafe depan stasiun itu.
"Kan liburan nanti sebulan tuh.... Jadi nanti kita pergi keliling Indonesia saja... Itu lebih seru kan?" tanya Aerith kepadaku dan Zian.
"Iya sih, nanti aku akan tanya Ibu dan Bapakku. Tapi, syaratnya adalah Zian harus ikut!" kataku dengan tegas.
"Tenang saja Kino, aku pasti akan ikut. Percayalah kepadaku akan hal itu." kata Zian mengusap kepalaku dan senyum.
"Nanti akan ku konfirmasikan lagi. Kalau bisa tolong ajak teman sekelas kalian lainnya ya? Aku yakin mereka akan ikut dalam acara ini. Kujamin seru deh!" kata Aerith dengan semangat. Kita pun berpamitan dan aku mulai berjalan pulang ke rumah. Di sinilah hal paling sulit akan kualami. Karena belum tentu Orang tuaku akan mengizinkanku untuk pergi.

No comments: