Saturday, June 13, 2009

Bunga Indah dihamparan ladang kematian

Satu-satu aku sayang ibu...
Dua-dua aku sayang ayah...
Tiga-tiga sayang adek kakak...
satu dua tiga sayang semuanya...

Lagu kecil itulah yang pertama kali kudengar saat melewati panti asuhan kecil di desaku. Desa kami bisa dibilang sedikit lebih besar daripada desa sebelah. Ditambah, pertanian dan perternakan kami juga sangat sejahtera. Tapi, kami selalu mendapati anak-anak jalanan dan yatim piatu dari desa lain maupun dari jalan besar disamping.

"Kakak.... Panti Asuhan Aero mana ya? Kata mama, aku disuruh kesana... Soalnya di rumah enggak ada orang lagi..." kata seorang anak laki-laki di saat aku menyusuri sawah menuju rumah. Ia hanya membawa secarik kertas yang bahkan sudah kusam dan lecek. Pakaiannya robek dan membuat lubang-lubang yang besar. Alas kakinya pun hanya sebatas sandal yang bahkan sudah kekecilan. Rambutnya hitam dan pendek, sangat berantakan dan tak terawat. Kulitnya yang sawo matang terlihat kotor dan banyak luka. Tetapi, matanya menunjukkan sinar yang luar biasa.

"Kakak anterin ya?" Aku menjulurkan tangan dan menggandengnya. Tangannya yang kecil hangat sekali.

"Nama kakak siapa? Aku Robert..." katanya memulai pembicaraan di perjalanan kami.

"Nama kakak Sinta... Kamu umurnya berapa? Kok kamu bisa sampai ke desa ini?" tanyaku sambil akhirnya menggendong tubuhnya yang kecil di punggungku.

"Aku umurnya lima tahun, kak. Aku disuruh mama kesini lewat surat kecil yang kupegang... Kata mama, aku harus cari panti asuhan... Karena aku udah enggak boleh tinggal di rumah lagi..." katanya sambil membuka surat yang ia pegang. Kasihan sekali, pikirku. Anak yang baru berumur lima tahun ini sudah kehilangan ibunya dan juga rumahnya.

"Oh, tuh kamu lihat? Rumah kecil itu adalah rumah bagi 20 anak yang tidak punya orang tua... Mereka diasuh dan diajari berbagai macam hal disana layaknya anak-anak Ibu panti sendiri..." kataku sambil menurunkan Robert. Aku mengetuk pintu panti asuhan itu perlahan-lahan dan dengan sopan. Ibu Aisyah yang merupakan ibu panti membukanya dengan senyum.

"Sinta? Siapa anak kecil yang disampingmu itu? Anak yang kamu temukan lagi?" tanyanya sambil mengusap kepala Robert.

"Iya bu... Dia mencari panti asuhan ini melalui surat yang diberikan oleh ibunya..." kataku dengan senyum.

"Ibu... ini surat dari mamaku... katanya harus diberikan kepada ibu panti asuhan aero ini..." katanya dengan polos.

"Oh iya, terima kasih Sinta... Aku akan mengabarimu jika ada sesuatu lagi... Saya punya perasaan kalau kamu akan dibutuhkan kembali..." kata Ibu Aisyah.

"Iya bu... Robert, aku permisi dulu ya? Kak Sinta mau pulang... Besok kakak akan kembali kesini..." kataku sambil meninggalkan Robert dan Ibu Aisyah. Ternyata, memang ada suatu rahasia di balik panti asuhan yang ramah itu. Iya, rahasia yang tidak pernah diketahui olehku. Rahasia itu dikunci baik-baik oleh mereka. Dan rahasia itu dibongkar oleh kedatangan Robert yang kutemukan...

~bersambung~

No comments: